Jakarta – Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) massal dan korupsi besar-besaran, menjadi sorotan Psikiater dari Universitas Indonesia, dr. Mintarsih Abdul Latief, Sp.KJ. Salah satu kasus yang mencuat adalah PHK ribuan buruh PT Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah, yang viral di media sosial.
Hal ini terjadi bersamaan dengan viralnya penambahan dua tersangka dalam kasus korupsi di PT Pertamina, yang telah merugikan keuangan negara lebih dari Rp100 triliun. Bahkan, kerugian negara diperkirakan mencapai kuadriliun rupiah, mengingat korupsi dalam kasus minyak ini telah berlangsung sejak 2018.
“Betapa para buruh itu terguncang jiwanya. Sedih, duka lara bercampur, tempat mencari nafkah mereka hilang sudah. Di sisi lain, korupsi di perusahaan milik pemerintah justru merajalela. Bayangkan bagaimana nasib bangsa ini,” kata Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (1/3/2025).
Mintarsih menambahkan bahwa kepercayaan masyarakat semakin pudar terhadap pemerintah, dan hal ini tidak boleh dibiarkan terus terjadi. “Bisa dilihat bagaimana imbas dari kepercayaan kepada pemerintah dan perusahaan milik negara terus tergerus. Bahkan, kepercayaan terhadap institusi hukum seperti Polri semakin menurun,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Mintarsih mencatat adanya peningkatan kepercayaan terhadap institusi lain seperti Kejaksaan. “Tetapi pastinya masyarakat akan terus memantau dan menilai sejauh mana lembaga pemerintah dapat menyelesaikan berbagai kasus korupsi besar serta mampu mengembalikan kerugian negara dan masyarakat,” jelasnya.
Sebagai psikiater yang juga dikenal sebagai pengusaha, Mintarsih menekankan ketimpangan sosial yang semakin melebar.
“Kita kembali ke persoalan PHK. Mungkin ada yang berkesimpulan, apakah pemerintah tidak bisa menyelamatkan mata pencaharian rakyatnya? Di satu sisi, ratusan triliun bahkan ribuan triliun rupiah hilang akibat korupsi di PT Pertamina, PT Timah, Jiwasraya, Asabri, Garuda Indonesia, BLBI, dan lain-lain. Ini menunjukkan ketimpangan dan kesenjangan sosial yang semakin parah,” paparnya.
Mintarsih juga mempertanyakan mengapa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, yang disebut-sebut sebagai penyebab PHK massal, tidak dianalisis lebih mendalam.
“Jika diperlukan revisi, maka revisi harus segera dilakukan. Jangan sampai perusahaan-perusahaan di negara ini terkena imbas buruk, sementara segelintir orang mendapatkan keuntungan dan membiarkan masyarakat menderita,” tegasnya.
Sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit pada Senin, 21 Oktober 2024. Bos PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto, menyampaikan salam perpisahan kepada seluruh karyawan dan jajaran direksi. Isak tangis pecah saat mereka menyanyikan lagu ‘Kenangan Terindah’.
“Saya betul-betul ingin semuanya tetap semangat. Ini bukan kiamat. Saya ingin kita semua menjadi orang yang lebih baik. Jadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk bangkit lebih kuat. Saya merasa kehilangan kalian. Tanpa kalian, saya bukan apa-apa,” ujar Iwan Setiawan dalam pidato perpisahan di pabrik PT Sritex, Sukoharjo, Jumat (28/2/2025), yang videonya viral di media sosial.
Mintarsih menegaskan, pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi yang semakin memburuk, agar kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan dan ketimpangan sosial tidak semakin melebar. (Redaksi)