
Jakarta – Kasus pembatalan penerimaan 72 siswa di SMAN 5 Kota Bengkulu disinggung Anggota DPD RI Dapil Bengkulu, Apt. Destita Khairilisani S.Farm., MSM dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDP) Komite III DPD RI bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Puluhan siswa yang sebelumnya dinyatakan diterima bahkan sudah mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), tiba-tiba dibatalkan dengan alasan tidak terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Menurut Apoteker lulusan Universitas Indonesia ini, persoalan ini tidak hanya merugikan siswa dan orang tua secara administratif, tetapi juga berdampak pada psikologis mereka.
“Banyak orang tua melaporkan anaknya mengalami tekanan psikologis karena sudah diterima di sekolah favorit, lalu mendadak dibatalkan. Ini cacat prosedural baik dari pihak sekolah maupun dinas terkait,” tegas Destita.
Destita menggarisbawahi tiga poin penting agar kasus serupa tidak kembali terulang yakni mencakup proses penerimaan siswa harus dilakukan secara transparan agar masyarakat bisa mengawasi langsung.
Kemudian diperlukan tim pengawasan independen di luar sistem agar pelaksanaan lebih objektif dan akuntabel, dan perlu ada kepastian hukum dan perlindungan psikologis bagi siswa agar tidak dirugikan.
“Harapan kita jangan ada lagi anak-anak yang merasa dipermainkan oleh sistem. Penerimaan siswa harus benar-benar terbuka, diawasi secara ketat agar tidak ada celah adanya jual beli kursi di sekolah, dan memberikan kepastian. Anak-anak berhak mendapatkan pendidikan tanpa tekanan psikologis dan tanpa diskriminasi,” tutur Destita.
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar PGRI, Jejen Musfah, menilai sistem penerimaan murid baru hingga saat ini belum mampu menyelesaikan masalah klasik. Menurutnya, sistem domisili tidak mampu menghilangkan stigma sekolah favorit karena kualitas pendidikan belum merata.
“Selama masih ada perbedaan status sekolah gratis dan berbayar, baik negeri maupun swasta, kecurangan dan manipulasi akan terus berulang,” kata Jejen.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma sepakat akan mengawal ketat pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.
“Jangan sampai ada praktik curang yang merugikan anak-anak bangsa. DPD RI akan terus memastikan agar setiap tahapan mulai pendaftaran, verifikasi dokumen, hingga pengumuman hasil seleksi berjalan jujur, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” tegas Filep.
Selain soal SPMB, Komite III DPD RI juga menyoroti pembahasan Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang sedang digodok Komisi X DPR RI dan ditargetkan selesai pada 2025. Revisi ini akan mengintegrasikan sejumlah regulasi, termasuk UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Pesantren.
Filep menegaskan revisi ini menjadi momentum penting untuk menyatukan arah kebijakan pendidikan nasional. “Komite III DPD RI mendorong agar revisi UU Sisdiknas benar-benar menghadirkan sistem pendidikan yang inklusif, berkeadilan, dan sesuai kebutuhan zaman,” tutupnya.