DPRD Bengkulu Soroti Kurangnya Sosialisasi Kenaikan Opsen Pajak

4
Zainal.

Bengkulu – Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Zainal menanggapi polemik kenaikan tarif opsen pajak yang belakangan ramai dikeluhkan masyarakat. Ia menegaskan kebijakan tersebut sejatinya tidak merugikan rakyat, melainkan justru berdampak pada berkurangnya porsi penerimaan bagi Pemerintah Provinsi.

“Opsen pajak itu, rakyat tidak dirugikan. Yang dirugikan itu justru pemerintah provinsi. Dulu bagi hasil lebih besar ke provinsi, sekarang tinggal 34 persen, sisanya 66 persen menjadi hak kabupaten dan kota,” jelas Zainal, Senin (19/5/2025).

Politisi PKB ini juga mengkritik sikap saling lempar tanggung jawab antara pemerintah sekarang dan sebelumnya. Menurutnya, meski pejabat berganti, pemerintahan tetap berjalan dan tidak boleh dianggap terputus.

“Ada yang saling lempar, ‘oh itu bukan kesalahan kami itu pemerintahan yang dulu kan gak bener.’ Yang namanya pemerintah itu gak terputus tapi orangnya bisa berganti. Itu,” kritik Zainal.

Ia menilai polemik ini terjadi akibat kurangnya sosialisasi dari pihak eksekutif kepada masyarakat. Untuk itu, Zainal menyarankan pemerintah provinsi segera menggelar konferensi pers dan melibatkan media guna memberikan penjelasan rinci.

“Silakan panggil wartawan, kasih penjelasan lengkap. Katakan bahwa kenaikan bukan hanya di opsen, tapi juga di item-item lainnya. Biar tidak simpang siur, karena sekarang orang menafsirkan macam-macam,” tegasnya.

Baca Juga:  Abdul Mu’ti Resmikan Kantor Balai Bahasa Bengkulu

Zainal juga mendorong agar kebijakan yang dinilai memberatkan masyarakat bisa ditinjau ulang. Pemerintah harus berpihak pada rakyat, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

“Kalau memang menurut kita memberatkan, kita tinjau ulang. Kita bantu rakyat. Kalau kita saling bertengkar berbeda persepsi itu bukan solusi, solusinya itu mana yang kebijakan daerah yang bisa membantu rakyat itu kita tinjau ulang untuk bantu rakyat, kita setuju itu,” ungkapnya.

Senada, anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring, menyoroti opsen pajak sebagai aturan yang dibuat untuk mempercepat penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi kabupaten dan kota.

“UU yang lama mengatur pendapatan pajak kendaraan diterima Pemprov baru dibagikan ke kabupaten melalui Dana Bagi Hasil (DBH), namun karena lama ditransfer ke daerah serta bertujuan memotivasi daerah meningkatkan pajak maka dibuatlah UU 1 tahun 2022,” jelas Usin, Sabtu (17/5).

Dalam UU tersebut diatur penambahan opsen pajak maksimal sebesar 66 persen bisa diberlakukan pemerintah daerah, namun tidak wajib dilakukan.

Baca Juga:  Sekretaris DPRD Provinsi Bengkulu Dinonjobkan, Herwan: Ada Persoalan Internal yang Harus Diselesaikan

“Jadi 66 persen itu maksimal, kalau kepala daerahnya bersepakat dinaikkan saja 10 persen boleh melihat kemampuan masyarakat, tidak harus mutlak naik 66 persen,” tambah Usin.

Menurutnya, opsen pajak seharusnya mulai diberlakukan sejak 5 Januari 2025, tetapi pemerintah pusat memberi masa transisi untuk menghindari efek kejut di masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri kepada gubernur nomor 900.1.13.1/6764/SJ tertanggal 20 Desember 2024.

Surat edaran itu meminta gubernur memberikan keringanan atau pengurangan terhadap Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan opsen, serta menetapkan keputusan gubernur disertai sosialisasi.

Usin menjelaskan, surat edaran Mendagri tersebut ditindaklanjuti oleh Plt Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah, dengan mengeluarkan SK gubernur tentang Pemberian Keringanan dan/Atau Pengurangan tertanggal 6 Januari 2025.

Dalam SK tersebut, diberikan sejumlah keringanan antara lain 24,7 persen atas pengenaan PKB kendaraan pribadi dan badan, 37,25 persen untuk BBNKB roda empat, dan 49,8 persen untuk BBNKB roda dua. SK berlaku sejak 7 Januari hingga 7 Mei 2025 sebagai masa sosialisasi dan menjaga gejolak efek kejut.

Baca Juga:  Brigjen Pol Mardiyono Jabat Kapolda Bengkulu

“Namun tugas itu tidak dilakukan sehingga saat tanggal 8 Mei 2025 opsen pajak berlaku masyarakat banyak tidak tahu,” ungkap Usin.

Ia menambahkan, kebijakan besar seperti opsen pajak harus mempertimbangkan daya beli masyarakat dan tidak diterapkan secara kaku.

“Mau digunakan 10 persen boleh, 20 persen boleh disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Gubernur cukup membuat SK yang disepakati bersama bupati dan wali kota,” tegasnya.

\ Get the latest news /