
Bengkulu – Provinsi Bengkulu memiliki potensi besar untuk mengembangkan wisata halal, namun masih banyak yang perlu dipersiapkan. Hal ini disampaikan oleh Peneliti Pariwisata Halal, Taufik Ramadhan, M.M., Minggu (9/2).
Menurut Taufik, wisata halal bukan sekadar menyajikan makanan dan minuman halal, tetapi juga memberikan kemudahan bagi wisatawan Muslim dalam beribadah. “Misalnya, adanya pengingat waktu salat di destinasi wisata serta penyediaan tempat ibadah yang layak,” ujarnya. Ia juga menyoroti pentingnya produk halal dalam industri pariwisata, termasuk merchandise yang tidak mengandung bahan haram.
Taufik menegaskan bahwa pemerintah harus mempercepat sertifikasi halal. “Regulasi harus lebih cepat agar wisatawan tidak ragu terhadap kehalalan produk yang mereka konsumsi,” katanya. Selain itu, kebersihan lingkungan juga menjadi perhatian, termasuk penertiban hewan najis di area wisata.
Namun, Taufik juga menyoroti kendala utama dalam menarik wisatawan ke Bengkulu, yaitu infrastruktur dan aksesibilitas. Ia membandingkan Bengkulu dengan Lombok yang bisa menarik wisatawan dari Bali. “Bengkulu punya potensi yang sama dengan kedekatannya ke Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, tetapi akses masih sulit,” ujarnya.
Saat ini, perjalanan darat dari Sumatera Barat ke Bengkulu bisa memakan waktu hingga 12 jam akibat jalan yang belum memadai. “Infrastruktur masih menjadi tantangan besar. Ini pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah,” tegasnya.
Meski begitu, ia optimistis jumlah wisatawan ke Bengkulu bisa terus meningkat. Pada 2024, tercatat 2,5 juta wisatawan mengunjungi Bengkulu, baik dari dalam maupun luar negeri. “Angka ini cukup baik setelah pandemi. Sekarang tantangannya adalah mempertahankan dan meningkatkannya,” tambahnya.
Taufik menilai event nasional seperti Festival Tabot harus lebih dieksplorasi dan dipersiapkan dengan baik agar menarik lebih banyak wisatawan. Ia juga menekankan pentingnya faktor keberlanjutan dalam wisata. “Jangan sampai wisatawan datang dengan ekspektasi tinggi, tapi kecewa karena fasilitas kurang memadai atau hotel penuh,” katanya.
Ia juga mendorong promosi digital yang lebih agresif dengan menggandeng influencer dan seniman lokal, seperti yang dilakukan Yogyakarta. “Jogja punya kesan romantis, religius, dan akademis. Bengkulu harus menemukan identitasnya sendiri dan mempromosikannya dengan baik,” jelasnya.
Pada akhirnya, aksesibilitas tetap menjadi kunci dalam pengembangan wisata Bengkulu. “Secara geografis, Bengkulu memang berada di pinggir. Tapi itu bukan alasan. Semua bisa diatasi kalau ada kemauan,” pungkasnya.
Reporter/Editor : Bisri