Jakarta – Anggota DPD RI asal Bengkulu, Senator Apt. Destita Khairilisani, S.Farm., menyoroti permasalahan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 dalam rapat Komite III DPD RI bersama Ombudsman RI. Agenda rapat yang dipimpin langsung Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih tersebut membahas inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam kesempatan itu, Destita menyoroti kasus di SMA Negeri 5 Bengkulu yang sempat mencuat ke tingkat nasional. Ia mengungkapkan, terdapat 72 siswa yang sudah diterima, mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), bahkan membeli perlengkapan sekolah, namun tiba-tiba diputuskan tidak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
“Bayangkan, siswa-siswa ini sudah satu bulan sekolah, sudah beli seragam, bahkan ada yang berprestasi di tingkat nasional. Tiba-tiba dikeluarkan hanya karena alasan kuota melebihi daya tampung dan tidak masuk Dapodik. Hal ini membuat orang tua resah, bahkan ada siswa yang sampai depresi,” tegas Destita.
Menurutnya, kasus ini menimbulkan opini negatif di masyarakat seolah ada praktik tidak transparan dalam penerimaan siswa. Ia meminta Ombudsman RI memberi perhatian serius, mempercepat penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), dan menyampaikan hasilnya secara terbuka ke publik.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Ombudsman Bengkulu, mereka responsif dan melakukan penelusuran. Harapan kami, hasil investigasi ini segera dipublikasikan agar masyarakat mengetahui duduk perkaranya. Transparansi ini penting agar tidak ada lagi dugaan praktik ilegal dalam SPMB,” tambahnya.
Selain itu, Destita juga menyoroti keterbatasan sarana Ombudsman di daerah. Menurutnya, Ombudsman Bengkulu hingga kini masih menyewa kantor, sementara anggaran operasional lembaga ini juga sangat terbatas. Ia mendorong agar pemerintah memberikan dukungan lebih, baik dari sisi anggaran maupun fasilitas, agar Ombudsman dapat bekerja lebih maksimal di lapangan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyusun LHP terkait kasus di Bengkulu. Menurutnya, indikasi pelanggaran ditemukan pada proses input Dapodik yang dilakukan operator sekolah.
“Kami menemukan adanya praktik menampung siswa di luar kuota resmi. Karena itu, Dapodik kami minta dikunci agar tidak ada tambahan rombongan belajar di belakang hari. Selama ini, masalah justru muncul pasca-SPMB ketika terjadi jual-beli kursi. Ombudsman berkomitmen melakukan pengawasan hingga tahap ini,” jelas Najih.
Najih menegaskan, tindakan korektif akan diberikan kepada Dinas Pendidikan, termasuk kemungkinan sanksi bagi pihak yang melanggar. Ia juga memastikan agar siswa yang terdampak tetap mendapat solusi penyaluran ke sekolah lain, sehingga hak pendidikan mereka tidak terabaikan.
“Intinya, kasus seperti ini tidak boleh terulang. LHP akan segera kami rampungkan dalam waktu dekat, agar menjadi dasar perbaikan sistem SPMB ke depan,” pungkas Najih.