Kejagung Sita Rp11,8 Triliun dari Kasus Korupsi Fasilitas Ekspor CPO

8

Jakarta – Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengumumkan penyitaan uang sebesar Rp 11,8 triliun dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) oleh sejumlah korporasi. Penyitaan ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.

Dalam konferensi pers yang digelar Selasa (17/6), Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyebut, sebagian dari hasil sitaan tersebut—yakni sebesar Rp 2 triliun—dipamerkan langsung di meja konferensi dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu yang telah dibungkus rapi dalam kemasan plastik masing-masing senilai Rp 1 miliar.

“Ini adalah bentuk nyata dari proses hukum dalam tahap penuntutan. Uang yang kami tampilkan merupakan bagian dari total kerugian negara yang dikembalikan oleh pihak korporasi,” ujar Harli.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa uang tersebut masih berstatus sebagai barang bukti, karena proses hukum terhadap kasus ini belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap. “Penyitaan ini dilakukan untuk menjamin kepentingan hukum, sambil menunggu putusan akhir di tingkat banding,” tambahnya.

Baca Juga:  33 ASN di Bengkulu Terblokir BKN

Kasus ini mencuat setelah tiga korporasi besar—Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group—diduga menerima keuntungan dari kebijakan ekspor CPO yang tidak semestinya. Meskipun ketiganya sebelumnya divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kejagung telah resmi mengajukan banding.

Dalam tuntutan jaksa, Wilmar Group diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 11,8 triliun. Meskipun putusan belum final, korporasi terkait telah menunjukkan sikap kooperatif dengan menyerahkan dana sebagai bentuk pengembalian kerugian negara.

“Kami menghargai itikad baik korporasi yang telah menyerahkan dana tersebut. Ini menunjukkan adanya kesadaran hukum dan tanggung jawab moral terhadap keuangan negara,” pungkas Harli.

Langkah tegas Kejagung ini dinilai sebagai sinyal kuat dalam penegakan hukum atas korupsi skala besar yang melibatkan dunia usaha.