Bengkulu – Aliansi Petani Kelapa Sawit Bengkulu (APKSB) menilai penetapan harga TBS sawit sebesar Rp3.143 per kilogram hanya “ngeprank” rakyat dan membully perusahaan. Hal ini disampaikan Ketua APKSB, Edi Mashuri, saat aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Bengkulu, Senin (28/4).
“Pemberian sanksi kepada perusahaan itu tidak ada dasar hukumnya. Ini cuma ngeprank rakyat dan membully perusahaan saja,” tegas Edi di hadapan sekitar 20–30 peserta aksi.
Para petani datang membawa spanduk berisi tuntutan terhadap janji Gubernur Bengkulu yang akan memberikan sanksi kepada perusahaan kelapa sawit (PKS) yang tidak mengikuti harga ketetapan pemerintah.
Edi menyebutkan, sejak dua minggu lalu Wakil Gubernur Bengkulu, Mian, menyampaikan rencana pemberian sanksi, namun hingga kini harga sawit di lapangan masih berkisar Rp2.700 per kilogram, jauh dari harga yang ditetapkan.
“Kami menagih janji gubernur. Sampai sekarang, realisasinya belum ada,” ujar Edi.
Ia juga menyoroti lemahnya tata kelola sektor sawit di Bengkulu. Menurutnya, pemerintah seharusnya memfasilitasi kemitraan antara petani dan perusahaan, sesuai amanat Permentan tahun 2013 hingga 2024.
“Tanpa kemitraan, daya tawar petani lemah. Ini tugas pemerintah, tapi sampai sekarang belum juga dilaksanakan,” katanya.
Edi turut mengeluhkan sulitnya bertemu pejabat pemerintah daerah, bahkan setelah mencoba meminta audiensi sejak H-10. “Kalau kami dari pabrik, pasti gubernur cepat temui,” sindir Edi.
Ia pun menuding ada indikasi kesengajaan pemerintah daerah yang tidak menjalankan aturan. “Gak mungkin Gubernur gak paham soal ini, sudah digaungkan sejak 2013,” pungkasnya.
Dalam aksi tersebut, perwakilan petani sempat berdialog dengan Asisten II Setprov Bengkulu RA Deni dan Kepala Dinas TPHP Bengkulu, M. Rizon. Namun, audiensi berakhir dengan aksi walk out dari pihak petani karena merasa tidak mendapat jawaban yang memuaskan. (Red)