Mukomuko – Maraknya perambahan hutan lindung di Kabupaten Mukomuko oleh oknum pemodal, termasuk perusahaan-perusahaan besar, menjadi perhatian serius berbagai pihak. Ketua Aliansi Petani Sawit Bengkulu, Edy Mashury, meminta aktivis, LSM, media, dan organisasi non-pemerintah (NGO) untuk bersama-sama menyuarakan masalah ini.
Edy menyatakan, kerusakan hutan di Mukomuko saat ini sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
“Pengrusakan hutan tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga berdampak pada harga hasil pertanian global. Jika deforestasi terus terjadi, kita bisa terkena penalti dari perdagangan dunia,” ujarnya.
Deforestasi atau pengundulan hutan, menurut Edy, tidak hanya menyebabkan pengeringan lahan dan menurunkan kesuburan tanah, tetapi juga berpotensi memicu bencana alam seperti banjir bandang dan longsor.
“Ini adalah ancaman serius yang akan dirasakan oleh generasi mendatang 20-50 tahun ke depan,” tegasnya.
Edy mengingatkan bahwa penertiban kawasan hutan merupakan instruksi langsung dari Presiden. “Kita sudah melihat banyak dampak buruk akibat kerusakan hutan. Kita tidak ingin daerah yang kita cintai ini hancur di tangan para pemodal atau korporat,” ungkapnya.
Ia juga menekankan peran penting Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu dalam menangani kasus-kasus perambahan hutan.
“Beberapa perusahaan kabarnya menggarap lahan di luar izin Hak Guna Usaha (HGU) mereka. Bahkan, ada perusahaan di Mukomuko yang beroperasi tanpa izin HGU sama sekali. Ini sangat merugikan negara,” tambah Edy.
Edy meminta DLHK untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.
“Terkait kasus saudara R di Mukomuko yang masih beraktivitas meski sudah disurati DLHK, saya minta DLHK mengeluarkan teguran kedua dan menyegel seluruh HPT (Hutan Produksi Terbatas). Jika masih ada aktivitas, jangan ragu untuk menindak secara hukum. Ini ada pidananya,” tegasnya.
Edy juga mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung program penertiban hutan sesuai dengan Asta Cita Presiden.
“Ini untuk masa depan anak dan cucu kita. Perambahan hutan saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan, konflik antara hewan buas dan manusia pun tak terelakkan,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Edy mengingatkan pentingnya menjaga kelestarian hutan.
“Ketika tetes terakhir air mengalir ke sungai, saat banjir melanda, atau saat satwa mengamuk, dan produk pertanian kita anjlok, barulah kita mungkin sadar bahwa kita telah merusak alam. Uang yang kita kumpulkan tidak akan bisa mengembalikan keadaan seperti semula,” pungkasnya. (Redaksi)