PERMAMPU Soroti Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Seksual Perempuan Marginal

3

Bengkulu – Setiap 4 September diperingati sebagai Hari Kesehatan Seksual Sedunia (HKS). Tahun ini, lembaga internasional mengangkat tema “Keadilan Seksual: Apa yang Dapat Kita Lakukan?”. Konsorsium PERMAMPU menerjemahkannya dengan mengangkat isu “Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Seksual Perempuan Marginal”, sebuah topik yang dinilai sangat relevan dengan kondisi nyata di lapangan.

Direktur Cahaya Perempuan WCC Bengkulu, Leksi Oktafia, menjelaskan bahwa perubahan iklim memberikan dampak berbeda bagi laki-laki dan perempuan, terutama perempuan marginal seperti perempuan miskin, lansia, muda, minoritas, maupun yang tinggal di perdesaan.

“Hak-hak seksual dan kesehatan perempuan sering kali terabaikan. Situasi ini diperparah oleh perubahan iklim yang menambah beban dan risiko, baik dari sisi kesehatan tubuh, mental, maupun peran sosial mereka di keluarga dan masyarakat,” ungkapnya.

Peringatan HKS tahun ini oleh Konsorsium PERMAMPU dilaksanakan pada 29 September 2025 secara hybrid, terpusat di Palembang dan diikuti serentak di delapan provinsi di Sumatera. Acara melibatkan 152 perempuan akar rumput dan 11 laki-laki pemangku kepentingan dari berbagai komunitas, forum, dan organisasi anggota PERMAMPU.

Baca Juga:  Satpol PP Bengkulu Ditemukan Tewas Diduga Gantung Diri Ternyata THL Belasan Tahun

Dalam kegiatan tersebut, ahli perubahan iklim Dr. Dian Afrianie turut memaparkan bahwa bencana iklim seperti banjir, kekeringan, cuaca ekstrem, dan kelangkaan pangan sangat memengaruhi perempuan marginal. Perempuan sering kali tidak dilibatkan dalam solusi, padahal merekalah yang menanggung beban paling berat, mulai dari urusan rumah tangga, mencari air bersih, hingga menjaga kesehatan keluarga.

“Kekurangan air bersih, misalnya, dapat menimbulkan efek domino pada masalah kesehatan seksual dan reproduksi perempuan,” ujarnya.

Diskusi peserta dari berbagai daerah juga menguatkan temuan ini. Kekeringan ekstrem dilaporkan berdampak langsung pada kebersihan organ reproduksi, menurunkan pendapatan keluarga hingga memicu ketegangan rumah tangga, bahkan memengaruhi kesehatan mental dan siklus menstruasi perempuan. Anak-anak perempuan pun merasakan beban ganda ketika harus mencari air bersih di tempat jauh, yang meningkatkan risiko kekerasan.

Leksi menegaskan, temuan ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, terutama pemerintah.

“Keadilan seksual tidak bisa dicapai tanpa keadilan iklim. Perempuan marginal harus dilindungi dan diberdayakan, baik melalui kebijakan maupun dukungan nyata agar mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim,” jelasnya.

Baca Juga:  Gubernur Helmi: Stop Program Tak Efektif, Fokus Bangun Jalan untuk Rakyat

Di akhir acara, Konsorsium PERMAMPU menegaskan komitmen untuk terus memperjuangkan pemenuhan hak-hak perempuan, khususnya terkait kesehatan seksual dan reproduksi. Gerakan perempuan akar rumput diyakini menjadi garda terdepan dalam mewujudkan perubahan mulai dari tingkat keluarga hingga komunitas.

\ Get the latest news /