Bengkulu – Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bengkulu hingga awal Mei 2025 dinilai masih jauh dari optimal. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Bengkulu, Mohamad Irfan Surya Wardana, menyampaikan bahwa serapan anggaran baru mencapai Rp295,58 miliar atau 9,89 persen dari total pagu Rp2,98 triliun.
Salah satu sorotan utama adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih rendah pencapaiannya. Dari target sebesar Rp1,23 triliun, realisasi PAD baru menyentuh angka Rp99,21 miliar atau sekitar 8,06 persen.
“Sebagian besar kontribusi PAD masih berasal dari sektor pajak daerah yang menyumbang Rp97,26 miliar atau 9,89 persen, sementara retribusi daerah baru menyumbang Rp1,14 miliar (0,61 persen),” jelas Irfan. Ia juga menambahkan bahwa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan belum menunjukkan realisasi sama sekali.
Di sisi lain, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari pemerintah pusat menunjukkan realisasi yang sedikit lebih baik, yakni sebesar Rp196,37 miliar atau 11,18 persen dari total pagu Rp1,75 triliun.
Dari aspek belanja, capaian realisasi juga belum menggembirakan. Total belanja daerah baru mencapai Rp437,55 miliar atau 14,27 persen dari anggaran Rp3,06 triliun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai, yang telah menyerap Rp384,54 miliar atau 27,07 persen.
Namun yang menjadi perhatian adalah belanja modal, sebagai indikator penting pembangunan infrastruktur, yang baru terealisasi Rp5,33 miliar atau hanya 0,70 persen dari target sebesar Rp762,54 miliar. Kondisi ini mencerminkan lambatnya pelaksanaan proyek pembangunan di awal tahun anggaran.
Lebih lanjut, Irfan mengungkapkan bahwa hingga Mei 2025, penerimaan pembiayaan daerah yang telah dianggarkan sebesar Rp76,91 miliar juga belum terealisasi sama sekali.
Situasi ini menjadi catatan penting bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk segera mempercepat realisasi anggaran, terutama dalam hal pembangunan fisik dan penguatan pendapatan daerah, guna mendorong pertumbuhan ekonomi regional secara lebih optimal.