JPPI Apresiasi Kinerja Presiden Prabowo, Tapi Kritik Keras Klaim Keberhasilan Sektor Pendidikan

2
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji.

Jakarta – Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memberikan apresiasi terhadap kerja-kerja Presiden RI Prabowo Subianto dalam memajukan sektor pendidikan. Namun, JPPI menilai pidato Presiden yang disampaikan baru-baru ini sarat dengan klaim berlebihan tanpa dukungan data yang memadai dan tidak mencerminkan realitas di lapangan.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan bahwa meski ada kemajuan, masih banyak persoalan krusial yang harus dikritisi. Salah satunya terkait pernyataan Presiden bahwa rakyat kecil kini bisa tersenyum karena tak khawatir lagi anaknya tidak bersekolah.

Berdasarkan data Pusdatin Kemendikdasmen per Agustus 2025, jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) justru meningkat menjadi 3,9 juta, naik 400 ribu anak dibanding Desember 2024. “Mayoritas mereka tidak sekolah karena faktor ekonomi. Kehadiran sekolah rakyat belum mampu membendung peningkatan ini,” tegas Ubaid.

Terkait mahalnya biaya pendidikan, JPPI mendesak pemerintah melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan sekolah gratis di semua jenjang, baik negeri maupun swasta. Ubaid menilai ketiadaan pembahasan hal tersebut dalam pidato Presiden sebagai bentuk pengabaian konstitusi.

Baca Juga:  Bupati Kepahiang Buka Ajang Talenta dan Lomba Siswa Tingkat Kabupaten

“Tanpa langkah nyata, apresiasi Presiden terhadap MK hanya omon-omon belaka,” ujarnya.

JPPI juga menilai klaim keberhasilan 100 sekolah rakyat terlalu berlebihan. Dari total 2,9 juta ATS akibat kemiskinan dan pekerja anak, sekolah rakyat hanya menampung 10 ribu siswa atau sekitar 0,33%. “Capaian ini masih sangat jauh dari kebutuhan riil,” kata Ubaid.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga dikritik karena dinilai oversimplifikasi. Menurut Ubaid, klaim peningkatan prestasi anak akibat MBG yang baru berjalan delapan bulan tidak berdasar. “Rujukan datanya dari mana? Apakah ini berdasarkan kajian atau sekadar perasaan?” sindirnya.

Selain itu, Ubaid menyoroti penggunaan 20% APBN untuk pendidikan yang dianggap tidak optimal karena sebagian dialokasikan untuk sekolah kedinasan dan MBG, yang tidak sesuai prioritas UU Sisdiknas. Ia juga menyoroti masalah guru yang disederhanakan dengan istilah “kado untuk guru”.

“Itu hak yang harus dipenuhi untuk semua guru, bukan sekadar hadiah bagi sebagian,” tegasnya.

JPPI juga menolak konsep sekolah garuda yang dinilai diskriminatif dan mengingatkan pada program SBI/RSBI yang telah dibubarkan MK pada 2013 karena inkonstitusional. “Mengapa sesuatu yang telah dikubur kini dibangkitkan kembali?” tanya Ubaid.

Baca Juga:  Kemendikdasmen Tegaskan Tidak Ada Kurikulum Baru

“Presiden harus mengevaluasi klaim-klaim yang tidak berdasar dan mengembalikan kebijakan pendidikan sesuai amanat UUD 1945 Pasal 31. Pendidikan adalah hak seluruh rakyat, bukan komoditas politik,” pungkas Ubaid.

\ Get the latest news /