AMAN Minta Helmi-Mian Ambil Bagian dalam Perjuangan Masyarakat Adat di Bengkulu

34
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu terpilih, Helmi Hasan dan Mian, untuk mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat adat di provinsi ini.

Bengkulu – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu terpilih, Helmi Hasan dan Mian, untuk mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat adat di provinsi ini. Hal ini disampaikan menyusul pelantikan pasangan tersebut pada Selasa, 25 Februari 2025.

Ketua Pengurus Harian AMAN Bengkulu, Fahmi Arisandi, menyatakan bahwa dari 76 komunitas adat yang tergabung dalam AMAN, semuanya sedang menghadapi konflik agraria. “Konflik ini berpotensi meluas jika tidak diselesaikan secara bijak dan dengan menghormati hak-hak masyarakat adat,” ujar Fahmi.

Salah satu contoh konflik terjadi di Pering Baru, Kabupaten Seluma, di mana anggota komunitas adat Serawai Semidang Sakti dianiaya oleh petugas keamanan PT Perkebunan Nusantara VII dan oknum tentara. Padahal, lahan yang diklaim sebagai milik perusahaan sebenarnya adalah wilayah adat mereka.

“Ini menunjukkan bahwa meski Perda pengakuan masyarakat adat sudah ada, penghormatan terhadap hak mereka masih minim,” tegas Fahmi.

Milson Kaitora, koordinator kepala suku di komunitas adat Enggano, juga mendesak Helmi-Mian untuk segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penetapan dan Pengakuan Masyarakat Adat Enggano. Perda ini telah mandek selama lebih dari dua tahun.

Baca Juga:  BMA Dukung Alihfungsi View Tower Jadi Tiang Bendera Tertinggi di Indonesia

“Tanpa payung hukum, hak-hak kami terus terabaikan. Wilayah adat kami ditebang dan dijadikan kebun tanpa izin,” keluh Milson.

Ia menambahkan, populasi orang asli Enggano yang masih mempertahankan bahasa dan adat istiadat semakin berkurang. “Kami hanya memiliki lahan 2 hektare, sementara pendatang bisa memiliki puluhan hektare. Bagaimana nasib anak cucu kami?” tanyanya.

Pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat telah diamanatkan dalam amandemen ke-2 UUD 1945 tahun 2000. Namun, hingga kini, masyarakat adat masih menghadapi tekanan terhadap identitas, budaya, dan sumber daya alam mereka. Fahmi menegaskan, pengakuan ini bukan hanya kebutuhan mendesak, tetapi juga kunci untuk membangun kepercayaan diri masyarakat adat dalam merawat pengetahuan tradisional dan mengembangkan potensi ekonomi.

AMAN Bengkulu saat ini memperkuat inisiatif pendidikan adat melalui sekolah-sekolah adat dan Kelompok Usaha Masyarakat Adat (KUMA). Saat ini, sudah ada lima sekolah adat di Kabupaten Rejang Lebong, Seluma, Kaur, dan Lebong. Selain itu, KUMA di Komunitas Teluk Dien, Kabupaten Lebong, fokus pada pengembangan wisata arung jeram.

Baca Juga:  DPRD Bengkulu Soroti Kurangnya Sosialisasi Kenaikan Opsen Pajak

Fahmi berharap pemerintah daerah dapat mendukung inisiatif ini. “Bengkulu bisa menjadi contoh dalam praktik sekolah adat dan pengembangan ekonomi wilayah adat. Tinggal niat dari pemerintah, mau atau tidak terlibat,” ujarnya.

Ia menegaskan, keterlibatan pemerintah akan memengaruhi penghormatan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil. “Tujuan pembangunan adalah untuk masyarakat. Kami akan terus menagih janji ini,” pungkas Fahmi. (Redaksi/Rls)

\ Get the latest news /