Buku “Kami Orang Tabut” Hadirkan Perspektif Baru tentang Tradisi dan Identitas Warga Bengkulu

5

Bengkulu – Tradisi Tabut yang setiap tahun digelar masyarakat Bengkulu untuk mengenang syahidnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain bin Ali, kini tidak hanya hadir dalam bentuk ritus dan perayaan, tetapi juga dituangkan dalam karya tulis yang menggugah. Melalui buku bertajuk “Kami Orang Tabut”, penulis sekaligus aktivis sosial Agustam Rachman menghadirkan narasi reflektif yang menelusuri akar sejarah, dinamika sosial, hingga makna kolektif dari tradisi Tabut.

Tabut sendiri merupakan warisan budaya yang sudah berusia ratusan tahun, dibawa pertama kali oleh Imam Senggolo atau Syekh Burhanuddin pada tahun 1685. Ia menikah dengan perempuan Bengkulu, dan dari keturunannya kemudian dikenal sebagai keluarga Tabut. Prosesi ini berlangsung dari 1 hingga 10 Muharram, memperingati tragedi Karbala yang penuh nilai kemanusiaan.

Dalam buku ini, Agustam tidak hanya mengulas sejarah Tabut, tetapi juga menganalisis perannya dalam kehidupan sosial masyarakat Bengkulu. Ia menekankan bahwa Tabut bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan mekanisme sosial yang membentuk solidaritas dan identitas bersama. Duka yang dirayakan dalam Tabut, menurutnya, justru memperkuat rasa kebersamaan, sebagaimana dijelaskan dalam teori Emile Durkheim tentang kesadaran kolektif.

Baca Juga:  BPOM Bengkulu Pastikan Jajanan Festival Tabut Aman dari Bahan Berbahaya

“Tabut mampu menyatukan berbagai unsur masyarakat. Ia adalah bahasa simbolik yang menyatukan kita,” tulis Agustam dalam buku yang kini dicetak secara terbatas tersebut.

Buku ini pun mendapatkan sambutan luas. Gubernur Bengkulu Helmi Hasan memberikan apresiasi tinggi, menyebut buku tersebut sebagai karya jujur yang mampu merekam perjalanan panjang budaya Tabut dan menjadikannya kekuatan pemersatu.

“Saya menyambut dengan hangat kehadiran buku ini. Sebuah karya penting yang memperkuat narasi budaya dan sejarah masyarakat Bengkulu,” kata Helmi dalam sambutannya.

Senada dengan itu, Walikota Bengkulu Dedy Wahyudi juga menyampaikan ucapan selamat kepada penulis. “Menulis bukan hanya menyampaikan informasi, tapi juga tentang keberanian berpikir. Buku ini menjadi rujukan penting bagi akademisi, peneliti, dan masyarakat umum,” ungkapnya.

Dukungan serupa datang dari berbagai tokoh, termasuk Rektor UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu KH. Zulkarnain, sejarawan Agus Setiyanto, tokoh pers HM. Muslimin, dan pemerhati budaya Emong Soewandi. Mereka menilai buku ini memperkaya khazanah pemikiran tentang budaya lokal yang hidup dan terus berkembang.

Baca Juga:  Pemprov Targetkan Pelayaran ke Enggano Mulai Lancar Pekan Ini

Melalui “Kami Orang Tabut”, Agustam Rachman mengajak pembaca untuk tidak sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga membangun masa depan bersama melalui tradisi yang hidup. Sebuah upaya merawat warisan dengan cara yang relevan dan menyentuh nurani.

\ Get the latest news /