Bengkulu – Tiga kepala daerah baru di Provinsi Bengkulu harus menghadapi utang ratusan miliar rupiah. Utang ini mencakup tunggakan BPJS, kewajiban kepada kontraktor, serta Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tertunda berbulan-bulan.
Utang ini membebani tiga kabupaten, yaitu Bengkulu Tengah, Seluma, dan Lebong.
Ketua DPRD Bengkulu Tengah, Fepi Suheri, mengatakan defisit anggaran Rp 30 miliar terjadi karena Dana Bagi Hasil (DBH) 2024 dari Pemprov Bengkulu dan pemerintah pusat belum cair.
Untuk mengatasi ini, Pemda menyiapkan dua skema pembayaran: Rp 22 miliar dari DBH jika cair dan sisanya melalui refocusing APBD 2025.
“Kami sudah berkoordinasi agar DBH segera dicairkan,” kata Fepi.
Tertundanya DBH membuat TPP ASN tertunda dan utang kepada kontraktor menumpuk. DPRD mendorong bupati segera menagih DBH ke Pemprov Bengkulu.
Bupati Bengkulu Tengah, Rachmat Riyanto, mengatakan akan mempelajari persoalan utang sebelum mengambil keputusan pembayaran.
“Kami akan membayar sesuai kemampuan daerah. TPP ASN sudah mulai kami bayarkan,” ujarnya.
Ia menegaskan APBD 2025 akan difokuskan pada janji politiknya.
Kabupaten Seluma memiliki utang Rp 100 miliar, termasuk Rp 28 miliar yang berasal dari DBH yang belum dibayarkan Pemprov Bengkulu.
Utang ini mencakup proyek pembangunan 2024 dan tunggakan BPJS.
Bupati Seluma, Teddy Rahman, mengaku sedang mendalami masalah ini sebelum mengambil langkah penyelesaian.
“Kami masih mempelajari persoalan ini,” katanya.
Di Kabupaten Lebong, pada akhir 2024 ribuan ASN protes karena TPP belum dibayarkan. Ternyata, Rp 20 miliar DBH dari Pemprov Bengkulu dan Rp 40 miliar dari pemerintah pusat belum masuk ke kas daerah.
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Lebong, Danial Paripurna, mengatakan hingga kini TPP ASN belum bisa dibayar karena DBH belum ditransfer.
“TPP ASN belum dibayar karena dana bagi hasil belum masuk,” ujar Danial.
Bupati Lebong sebelumnya, Kopli Ansori, mengakui keterlambatan pembayaran TPP akibat DBH yang belum diterima.
Para kepala daerah baru kini harus mencari solusi untuk menyelesaikan utang tanpa menghambat pembangunan. (Red/rl)