
Bengkulu – Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Bengkulu telah menahan tiga tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan kredit fiktif di Bank Bengkulu Cabang Topos, Lebong, Senin (22/9/2025).
Kapolda Bengkulu Irjen Pol. Mardiyono, S.I.K., M.Si. melalui Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol. Andy Pramudya Wardana, S.I.K., M.M., M.A.P., CPHR., CBA., mengungkapkan bahwa ketiga tersangka kini ditahan di ruang tahanan DitTahti Polda Bengkulu dan Lapas kelas 2 Bengkulu.
“Ketiga tersangka kita tahan, dua di tahanan Mapolda Bengkulu, satu lagi di Lapas,” kata Kombespol Andy Pramudya Wardana.
Dirreskrimsus Polda Bengkulu, Kombespol Aris Tri Yunarko, melalui Kasubdit Tipidkor Kompol Muhammad Syahir Fuad Rangkuti, menjelaskan peran masing-masing tersangka.
“DS sebagai Account Officer Kredit komersial Bank Bengkulu Kantor Cabang Pembantu Topos, RW sebagai Teller, dan FP sebagai Pimpinan Cabang Pembantu KCP Bank Bengkulu Topos, Lebong,” ungkap Syahir Fuad.
Terdapat tiga modus Financial Fraud yang dilakukan ketiga tersangka. Pertama, melakukan top up dengan mencuri dan menggunakan data nasabah untuk meningkatkan kredit atau pinjaman.
Kedua, dalam skema kredit bagi dua atau bagi hasil, nasabah diminta untuk meningkatkan plafond pinjaman, sehingga pada saat pencairan, uang tersebut dipotong oleh oknum pegawai Bank Bengkulu. Ketiga, dalam kasus kredit fiktif, kartu identitas kreditur digunakan dan diproses oleh oknum pegawai tanpa sepengetahuan kreditur, dengan uang pencairan yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Seharusnya dalam pemberian kredit harus diproses sesuai dengan ketentuan dan harus dibahas dalam rapat tim komite, dengan memenuhi dokumen persyaratan yang efektif sebelum proses pencairan dana,” tambah Muhammad Syahir Fuad Rangkuti.
Berdasarkan hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu, kerugian negara akibat tindakan ini mencapai Rp 3,5 miliar. Ketiga tersangka dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mengancam dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.